Selasa, 17 Desember 2019

Menghitung Diri

Ang Hidayah Asy-Syafi'ie

Menghitung DiriBetapa cepatnya waktu bergulir, siang dan malam silih berganti tanpa kita sadari, berputar terus tanpa henti merenggut hari-hari dan umur kita. Bulan demi bulan terus berlalu seakan bagai mimpi, lewat dengan begitu cepat seperti seorang penyebrang jalan. Bahkan setahun pun tidak kita rasakan, padahal ia adalah kesempatan untuk persiapan menuju perjalanan yang jauh.., apa yang telah kita perbuat selama ini, ketaatan apa yang dapat kita persembahkan?Pahala dan kebaikan apa yang telah kita usahakan?

Setiap Orang akan Mendapati Apa yang Ia Kerjakan

Walaupun kita telah lupa terhadap apa yang kita lakukan di masa lalu, baik itu kebaikan maupun keburukan, namun itu semua terjaga dan tercatat dalam buku catatan amal. Dua malaikat pencatat (kiraman katibin) tak pernah lalai mengawasi gerak-gerik dan ucapan kita.
"Tiada suatu ucapan pun yang diucapkan melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." (QS. 50:18)

Tak ada satu kata yang diucapkan oleh anak Adam, kecuali ada pengawas yang selalu menulis dan menghitungnya, tidak ada yang terlewat walau hanya satu kalimat atau satu gerakan.
"Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan yang mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS. 82: 10-12)

Kelak nanti di Hari Kiamat setiap orang akan melihat rekaman dari perbuatannya selama di dunia. Tak satu pun yang dapat mengelak, masing masing diliputi kegundahan dan rasa takut, kecuali orang-orang mukmin, maka mereka mendapatkan curahan rahmat dari Allah disebabkan ketaatan mereka kepada-Nya dan karena mereka selalu mengikuti Rasul-Nya.
"Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut.Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya.Pada hari itu, kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan.(Allah berfirman) "Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguh-nya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan". Adapun orang-orang yang beriman dan mengerja-kan amal yang saleh, maka Rabb mereka memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya (surga).Itulah keberuntungan yang nyata. (QS. 45:28-30)

Pada Hari Kiamat, orang-orang kafir dan ahli maksiat menunduk lesu, menyesali perbuatannya selama di dunia, mereka dalam keadaan hina dan ketakutan seraya menyeru kecelakaan atas diri mereka.
"Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata, "Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Rabbmu tidak meng-aniaya seorang jua pun." (QS. 18:49)

Bersegeralah Sebelum Ajal Menjemput

Satu hal yang patut untuk kita renungi adalah, apa persiapan kita untuk menghadapi Hari Akhirat? Apakah kita telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk melakukan berbagai amal yang dapat menyelamatkan kita dari huru-hara dan kedahsyatannya? Pernahkah kita menghitung diri atas apa yang telah kita ucapkan dan kita perbuat? Mari segera kita jawab sebelum datang waktunya bagi kita untuk mengucapkan,
"Ya Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan." Kemudian kita dapati jawaban, "Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkan saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitan." (QS. 23:100)

Sungguh para salaf adalah orang-orang yang paling banyak melakukan ibadah, ketaatan dan amal shalih. Namun ternyata mereka tidak begitu saja mengandalkan amal perbu-atan mereka, bahkan mereka senan-tiasa merasa khawatir kalau-kalau apa yang mereka lakukan itu masih belum diterima oleh Allah, sehingga terus merasa kurang dalam beramal dan tak henti-hentinya memohon ampunan kepada Allah.

Coba kita perhatikan bagaimana Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam melakukan shalat hingga kedua kaki beliau bengkak, kemudian dalam sehari beliau beristighfar mohon ampunan kepada Allah lebih dari seratus kali. Apakah beliau pernah bermaksiat kepada Allah sehingga harus mohon ampun sehari lebih dari seratus kali? Demi Allah beliau adalah manusia yang paling taat. Itu semua beliau lakukan tak lain karena muhasa-bah yang tiada henti, muraqabah dan sikap tawadlu’ yang sempurna kepada Allah, sehingga beliau terus bertaubat dan beristighfar kepada-Nya.Beliau tidak semata-mata mengandalkan kedudukannya yang mulia dan tinggi sebagai nabi, bahkan beliau sendiri menyatakan, "Seseorang masuk Surga bukan semata-mata karena amalnya." Para shahabat bertanya, "Tidak pula engkau wahai Rasulullah? Beliau menjawab, "Tidak juga aku, kecuali jika Allah mencurahkan kepadaku rahmat dan keutamaan-Nya."

Jika seorang penghulu Nabi saja keadaannya seperti itu, maka bagaimana lagi dengan kita?Bagaimana mungkin kita merasa bangga dengan amal kita, bahkan kita sering banyak bergurau, bermain-main, padahal kita tidak tahu ke mana tempat kembali kita kelak di akhirat?
"Kami akan memasang timbangan yang tepat pada Hari Kiamat, maka tidaklah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan. (QS. 21:47)

Dalam ayat lain Allah juga berfirman,
"Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan Allah sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya." (QS. 3:30)

Allah akan memutuskan perkara-perkara di antara hamba-hamba-Nya, menghitung keseluruhan amal mereka tak satu pun yang ketinggalan dan Dia tidak akan menzhalimi hamba-Nya. Bahkan Dia memaafkan, mengampuni dan menyayangi, namun Dia juga menyiksa siapa saja yang dikehendaki dengan kebijaksanaan dan keadilan-Nya.

Setiap Kita Akan Ditanya

Karena dahsyatnya Hari Pembalasan, maka Allah memerintahkan hamba-Nya untuk selalu menghitung diri dan mempersiapkan hari depan, sehingga ketika datang kematian, maka ia tidak dalam keadaan lalai dan terlena. Dia berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. 59:18)

Imam Ibnu Katsir berkata, "Mak-sudnya adalah hitunglah diri kalian sebelum nanti dihitung, lalu lihatlah apa yang telah kalian siapkan berupa amal shalih untuk bekal hari kepulanganmu dan menghadap Tuhanmu."
Seorang mukmin harus selalu menghitung diri karena ia tahu bahwa kelak besok di hadapan Allah ia akan dihisab. Allah telah memberitahukan kepada kita, bahwa kita semua nanti akan ditanya tentang nikmat yang telah kita terima di dunia,
"Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu )." (QS. 102:8)

Kita semua akan ditanya tentang nikmat itu, makan dan minum yang kita santap, harta benda, rumah, kendaraan dan pakaian, untuk apa semua itu dan bagaimana kita memperolehnya. Nabi n telah bersabda,
"Tak akan bergeser kaki seorang hamba, sehingga ia ditanya tentang empat hal; Tentang umurnya dihabiskan untuk apa, tentang ilmunya apa yang ia amal-kan dengan ilmu itu, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan kemana ia belanjakan, dan tentang badannya untuk apa ia gunakan"

Mari kita semua menjawabnya, tentunya dengan jawaban yang benar dan jujur, sebab perkara ini bukan perkara sepele dan main-main.Ini butuh keseriusan karena berkaitan dengan ujung nasib kita, surga atau neraka.
Salah seorang salaf berkata," Andaikan Allah mengancamku, bahwa jika aku bermaksiat kepada-Nya, maka Dia akan memenjarakanku di dalam sel yang sempit, maka itu sepantasnya membuatku untuk tidak malas dalam beribadah, maka bagaimana lagi jika ia telah mengancamku dengan siksa api neraka, jika aku bermaksiat kepada-Nya?

Cara Muhasabah Diri

Imam Ibnul Qayyim berkata ten-tang cara muhasabah, "Pertama-tama hendaklah menghitung diri dalam masalah kewajiban, jika ingat masih ada kekurangan, maka hedaknya segera disusul dengan mengqadla atau memperbaikinya.
Kemudian setelah itu menghitung diri dalam masalah larangan, jika mengetahui ada larangan yang telah dikerjakan atau diterjang, maka hendak-nya segera menyusulnya dengan bertaubat dan beristighfar serta banyak melakukan kebajikan-kebajikan yang akan dapat menghapusnya.

Lalu selanjutnya muhasabah diri dalam hal kelalaian, jika selama ini telah sering lalai akan tujuan dari penciptaan manusia di dunia, maka harus segera mengingatnya serta menghadapkan diri kepada Allah.

Kemudian menghitung diri dalam hal ucapan, langkah kedua kaki, aktivi-tas kedua tangan, pendengaran telinga, penglihatan: Apa yang dikehendaki dengan semua itu, untuk siapa serta apa tujuan melakukannya?Dan harus diketahui, bahwa seluruh ucapan dan perbuatan hendaknya mempunyai dua sisi pertimbangan yang selalu diingat.
Yang pertama pertimbangan untuk siapa berbuat dan ke dua bagaimana berbuat. Yang pertama adalah perta-nyaan tentang keikhlasan dan yang ke dua pertanyaan tentang mutaba’ah (mengikuti tata cara yang diajarkan Nabi ).

Nasehat dan Teladan

Berkata al-Hasan, "Semoga Allah merahmati seorang hamba yang ketika menginginkan sesuatu, ia merenung terlebih dahulu, kalau itu untuk Allah, maka ia terus dan kalau untuk selain-nya maka ia urungkan.

Berkata Ibrahim at-Taimiy, "Aku mengumpamakan diriku berada di Surga makan buah-buahnya dan minum dari air sungainya, lalu bercanda dengan para bidadari. Lalu aku mengumpama-kan diriku berada di neraka, memakan buah zakum, meminum nanah, dirantai dan dibelenggu. Lalu aku katakan pada diriku, "Hai jiwa, apa yang kau mau sekarang? Jiwa itu menjawab, "Aku ingin kembali ke dunia dan melakukan amal shalih". Aku pun berkata, "Kini angan-anganmu (untuk kembali ke dunia) tercapai , maka beramallah!"

Ibnul Jauzi berkata, "Sepantasnya orang yang tidak tahu kapan ia akan mati untuk selalu mempersiapkan diri, janganlah ia tertipu dengan usia muda dan kesehatannya."
Berapa banyak pemuda yang mati karena sakit yang mendadak, berapa banyak yang mati karena kecelakaan, berapa banyak yang mati disebabkan kecanduan dan berapa banyak pula yang meninggal karena perkelahian dan tawuran? Siapa yang tahu umur seseorang.

MENGENALI RACUN HATI


Oleh : Ang Hidayah Asy-Syafi'ie

"Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya, bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Al-Hujurat: 1).
Ketahuilah bahwa semua maksiat dalam bentuk apapun adalah merupakan racun bagi hati, penyebab sakitnya hati bahkan juga penyebab matinya hati. Berkata Abdullah Ibnu Mubarak: "Meninggalkan dosa dan maksiat dapat menjadikan hidupnya hati, dan sebaik-baik jiwa adalah yang mampu meniadakan perbuatan dosa dalam dirinya. Maka barangsiapa yang menginginkan hatinya menjadi hati yang selamat hendaklah membersihkan diri dari racun-racun hati, kemudian dengan menjaganya tatkala ada racun hati yang berusaha menghampirinya, dan apabila terkena sedikit dari racun hati bersegeralah untuk menghilangkannya dengan taubat dan istighfar."
Racun-racun hati itu banyak macamnya, di antaranya adalah berlebih-lebihan (banyak) bicara atau fudhulul kalam. Dikatakan bahwa belumlah bisa istiqamah iman seseorang sebelum istiqamah lisannya. Maka lurus dan istiqamahnya hati dalam memegang keimanan itu dimulai dari lisan yang istiqamah. Oleh karena itulah Islam mengajarkan kepada umatnya agar tidak banyak bicara tanpa disertai dzikir kepada Allah, karena akan mengakibatkan kerasnya hati.
Dalam salah satu hadits shahih Rasulullah ` pernah bicara kepada sahabat Mu'adz: "Apakah engkau mau aku tunjukkan yang menjadi landasan itu semua (ibadah-ibadah)?", "Baik, ya Rasulullah", jawab Mu'adz. Kemudian Rasulullah ` bersabda: "Cegahlah ini" (sambil mengisyaratkan dengan jarinya pada mulutnya), lalu mu'adz berkata: "Ya Rasulullah, apakah kita akan dimintai tanggung jawab dari apa yang kita ucapkan?" Kemudian Rasulullah ` bersabda: "Semobrono kamu wahai Mu'adz, tidaklah seseorang akan ditelungkupkan wajahnya dan punggungnya ke dalam Neraka melainkan karena hasil dari lisannya." (Diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi). "Ada dua lubang yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam Neraka, yaitu mulut dan kemaluan." (HR Ahmad, At-Tirmidzi dan di-shahih-kannya).
Kemudian dalam riwayat lain Rasulullah ` bersabda: "Sesungguhnya ada seorang laki-laki mengucapkan sepatah kata yang dianggap tidak apa-apa tetapi ternyata bisa menjerumuskannya ke dalam Neraka sampai tujuh puluh tahun." (HR. At-Tirmidzi dari Abu Hurairah).
Dan tatkala Uqban bin Amir bertanya kepada Rasulullah: "Ya Rasulullah, apakah sesuatu yang dapat menyelematkan kita?" Lalu dijawab oleh Nabi `: "Tahanlah olehmu lisanmu."
Lalu dalam kesempatan lain Rasulullah ` bersabda: "Barangsiapa yang dapat memberi jaminan kepadaku dari apa yang ada di antara jenggot dan kumisnya (lisan) dan kedua pahanya (kemaluan), maka aku jamin untuknya Surga." (HR. Al-Bukhari).
Maksud dalam hadits ini, barangsiapa yang bisa memelihara apa yang ada di antara kedua bibirnya, yaitu mulut dari semua perkataan yang tidak bermanfaat dan bisa menjaga apa yang ada di antara kedua pahanya yaitu farji agar tidak diletakkan di tempat yang tidak dihalalkan Allah, maka jaminannya adalah Surga. Kemudian dalam hadits yang lain Rasulullah ` juga bersabda: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan beriman kepada hari akhirat, hendaklah berbicara yang baik atau agar ia diam." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dan dalam sutau riwayat dari Abu Hurairah Rasulullah ` bersabda: "Sebagian dari tanda bagusnya Islam seseorang apabila ia bisa meninggalkan ucapan yang tidak berguna baginya." Berkata Sahl: "Barangsiapa yang masih suka bicara yang tidak berguna maka ia tidak layak dikatakan shiddiq". Apalagi bila ucapan seseorang sampai menyakiti orang lain maka belum bisa dijadikan jaminan iman yang dimilikinya, sebagaimana sabda Rasulullah `: "Demi Allah, tidaklah beriman, demi Allah tidaklah beriman", kemudian ditanyakan; siapakah gerangan yang engkau maksudkan wahai Rasulullah? Jawabnya, "orang yang menjadikan tetangganya merasa tidak aman lantaran kejahatannya."
Dengan demikian maka hendaklah seorang mukmin mencukupkan diri dari ucapan yang tidak berguna seperti; berdusta, suka mengadu domba, ucapan yang keji, ghibah, namimah, suka mencela, bernyanyi, menyakiti orang lain dan lain sebagainya. Itu semua merupakan racun-racun hati sehingga apabila seseorang banyak melakukan seperti ini maka hati akan teracuni dan bila hati sudah teracuni maka lambat laun, cepat atau lambat akan mengakibatkan sakitnya hati, semakin banyak racunnya akan semakin parah penyakit dalam hatinya, dan kalau tidak tertolong akan mengakibatkan mati hatinya.
Macam-macam hati
Hati merupakan bagian terpenting dalam tubuh manusia. Hati ini tidak akan terlepas dari tanggung jawab yang dilakukannya kelak di akhirat, sebagaimana firman Allah: "Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggungan jawabnya." (Al-Isra: 36).
Dalam tubuh manusia kedudukan hati dengan anggota yang lainnya adalah ibarat seorang raja dengan seluruh bala tentara dan rakyatnya, yang semuanya tunduk di bawah kekuasaan dan perintahnya, dan bekerja sesuai dengan apa yang dikehendakinya. "Ketahuilah bahwa dalam jasad ini ada segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik, maka akan menjadi baik semuanya, dan apabila segumpal daging itu jelek, maka akan jeleklah semuanya, ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

1. Hati yang sehat
Yaitu hati yang terbebas dari berbagai penyakit hati. Firman Allah: "(Yaitu) di hari yang harta dan anak-anak tidak akan bermanfaat kecuali siapa yang datang mengharap Allah dengan membawa hati yang selamat." (Asy-Syura: 88-89). Ayat ini sangatlah mengesankan, di sela-sela harta benda yang diburu dan dikejar-kejar orang, dan anak-anak laki-laki yang sukses dengan materinya dan sangat dibanggakan, ternyata itu semua tidak akan memberi manfaat kecuali siapa yang datang menghadap Allah dengan hati yang selamat. Yaitu selamat dari semua nafsu syahwat yang bertentangan dengan perintah Allah dan laranganNya, dan dari semua syubhat yang memalingkan dari kebenaran, selamat dari peribadatan dan penghambaan diri kepada selain Allah, selamat dari berhukum dengan hukum yang tidak diajarkan oleh Allah dan RasulNya, dan mengikhlaskan seluruh peribadatannya hanya karena Allah, iradahnya, kecintaannya, tawakkalnya, taubatnya, ibadah dalam bentuk sembelihannya, takutnya, raja'nya, diikhlaskannya semua amal hanya kepada Allah. Apabila ia mencintai maka cintanya karena Allah, apabila ia membenci maka bencinya karena Allah, apabila ia memberi maka memberinya karena Allah, apabila menolak maka menolaknya karena Allah. Dan tidak hanya cukup dengan ini, sampai ia berlepas diri dari semua bentuk keterikatan dan berhukum yang menyelisihi contoh dari Rasulullah. Maka hatinya sangat tertarik dengan ikatan yang kuat atas dasar mengikuti jejak langkah Rasulullah semata, dan tidak mendahulukan yang lainnya baik ucapan maupun perbuatannya. Firman Allah: "Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya, bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Al-Hujurat: 1).
2. Hati yang mati
Yaitu kebalikan dari hati yang sehat, hati yang tidak mengenal dengan Rabbnya, tidak melakukan ibadah sesuai dengan apa yang diperintahkanNya, dicitaiNya dan diridhaiNya. Bahkan selalu memperturutkan nafsu dan syahwatnya serta kenikmatan dan hingar bingarnya dunia, walaupun ia tahu bahwa itu amatlah dimurkai oleh Allah dan dibenciNya. Ia tidak pernah peduli tatkala memuaskan diri dengan nafsu syahwatnya itu diridhaiNya atau dimurkaiNya, dan ia menghambakan diri dalam segala bentuk kepada selain Allah. Apabila ia mencintai maka cintanya karena nafsunya, apabila ia membenci maka bencinya karena nafsunya, apabila ia memberi maka itu karena nafsunya, apabila ia menolak maka tolakannya atas dasar nafsunya, maka nafsunya sangat berperan dalam dirinya, dan lebih ia cintai daripada ridha Allah I.
Orang yang demikian menjadikan hawa nafsu sebagai imamnya, syahwat sebagai komandannya, kebodohan menjadi sopirnya, dan kelalaian sebagai tunggangan dan kendaraannya. Pikirannya hanya untuk mendapatkan dunia yang menipu ini dan dibuat mabuk oleh nafsu untuk mendapatkannya, ia tidak pernah meminta kepada Allah kecuali dari tempat yang jauh. Tidak membutuhkan nasihat-nasihat dan selalu mengikuti langkah-langkah syetan yang selalu merayu dan menggodanya. Maka bergaul dengan orang seperti ini akan mencelakakan kita, berkawan dengannya akan meracuni kita, dan duduk dengannya akan membinasakan kita.

3. Hati Yang Sakit
Yaitu hati yang hidup tapi ada penyakitnya, hati orang yang taat terhadap perintah-perintah Allah tetapi kadangkala juga berbuat maksiat, dan kadang-kadang salah satu di antara keduanya saling berusaha untuk mengalahkannya. Hati jenis ini, mencintai Allah, iman kepadaNya beribadah kepadaNya dengan ikhlas dan tawakkal kepadaNya, itu semua selalu dilakukannya tetapi ia juga mencintai nafsu syahwat dan kadang-kadang sangat berperan dalam hatinya serta berusaha untuk mendapatkannya. Hasad, sombong (dalam beribadah kepada Allah), ujub, dan terombang-ambing antara dua keinginan yaitu keinginan terhadap kenikmatan kehidupan akhirat serta keinginan untuk mendapatkan gemerlapnya dunia.
Maka hati yang pertama hidup, tumbuh, khusyu' dan yang kedua layu kemudian mati. Adapun yang ketiga dalam keadaan tidak menentu, apakah akan hidup ataukan akan mati. Kemudian banyak sekali orang yang hatinya sakit dan sakitnya bahkan semakin parah, tetapi tidak merasa kalau hatinya sakit, bahkan sekalipun telah mati hatinya tetapi tidak tahu kalau hatinya telah mati. Na'udzu billah min dzalik. (Agus Efendi).
Maraji': Tazkiyatun Nafs, Ibnul Qayyim, bit tasharruf waz ziyadah.

YAKIN DENGAN PERTOLONGAN ALLAH


Ang Hidayah Asy-Syafi'ie

الإسلام يعلو ولايعلى
Islam itu tinggi dan tidak ada yang melebihi
          Hakikat yakin kepada Allah  nampak dalam beberapa tahapan lemah, karena yang memiliki keyakinan bukanlah orang yang cerah sanubarinya, lapang dadanya dan berseri mukanya saat melihat kekuatan islam, kemuliaan penganutnya dan berita gembira kemenangannya. Yakin adalah milik orang yang percaya kepada Allah  bila kegelapan telah hitam pekat, sangat sempit, kesulitan sudah bertumpuk-tumpuk, dan semua umat saling menyatakan sikap permusuhan dengan terang-terangan. Karena sesungguhnya harapannya kepada Allah Isangat besar dan dia yakin bahwa kesudahan bagi orang-orang yang bertaqwa dan masa depan untuk agama ini.
          Dan karena sesungguhnya mujahid (pejuang) berusaha untuk menegakan agama Allah  di muka bumi, maka sesungguhnya jalannya menuju hal itu adalah sabar dan yakin. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: 'Aku mendengar Syaikhul Islam rahimahullah berkata: 'Dengan kesabaran dan keyakinan dicapai kepemimpinan dalam agama, kemudian dia membaca firman Allah I:
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِئَايَاتِنَا يُوقِنُونَ
Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. (QS. as-Sajdah :24)[1]
          Pemberian paling penting yang diberikan kepada seseorang adalah yakin, sebagaimana dalam hadits:
وَسَلُوْا اللهَ الْيَقِيْنَ وَاْلمُعَافَاَة فَإِنَّهُ لَمْ يُؤْتَ أَحَدٌ خَيْرًا مِنَ الْمُعَافَاةِ
"Mintalah kepada Allah I yakin dan afiyat, maka sesungguhnya seseorang tidak diberikan setelah yakin yang lebih baik dari pada afiyah."[2]
          Tidak binasa umat ini kecuali ketika anak-anaknya tidak mau menyumbangkan kesungguhan yang diberikan untuk kemenangannya, kemudian meneguk beberapa gelas harapan tanpa bekerja. Karena itulah Rasulullah r bersabda:
صَلاَحُ أَوَّلِ هذِهِ اْلأُمَّةِ بِالزُّهْدِ وَالْيَقِيْنِ وَيَهْلِكُ آخِرُهَا باِلْبُخْلِ وَاْلأَمَلِ
"Kebaikan generasi pertama umat ini adalah dengan zuhud dan yakin, dan binasa yang terakhirnya dengan bakhil dan angan-angan."[3]
          Dan karena hanya Allah I sajalah yang mengetahui perkara gaib, maka kita tidak mengetahui kapan datang pertolongan? Dan kita tidak mengetahui di manakah kebaikan? Akan tetapi yang kita ketahui sesungguhnya umat kita adalah umat yang baik –dengan ijin Allah I- diharapkan baginya pertolongan dari Allah I -walaupun setelah beberapa masa-, dan Rasulullah r mengisyaratkan kepada hal itu dengan sabdanya r:
مثل أمتي مثل المطر لا يدرى أوله خير أم آخره
"Perumpamaan umatku seperti hujan, tidak diketahui apakah permulaannya yang baik atau akhirnya."[4]
Kita tidak tahu lewat tangan generasi manakah Allah I akan menyingkap awan dan mengangkat perkara umat ini, akan tetapi yang kita ketahui sesungguhnya sunnatullah di alam ini adalah sebagaimana yang dikabarkan Rasulullah r:
لاَيَزَالُ اللهُ يَغْرِسُ فِى هذَا الدِّيْنِ غَرْسًا يَسْتَعْمِلُهُمْ فِيْهِ بِطَاعَتِهِ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
"Allah I senantiasa menanamkan di dalam agama ini, mempekerjakan mereka untuk taat kepada-Nya hingga hari kiamat."[5]
          Banyak sekali kabar gembira dalam sunnah Rasulullah r, membangun kembali semangat dan meneguhkan keyakinan. Di antaranya janji Allah I bahwa kerajaan umat ini akan mencapai Timur dan Barat, dan masih banyak wilayah yang belum jatuh di bawah kekuasaan kaum muslimin, dan Islam harus menaklukkannya, sebagaimana di dalam hadits:

"Sesungguhnya Allah I memperlihatkan bumi untukku, maka aku melihat Timur dan Baratnya, dan sesungguhnya kekuasaan umatku akan mencapai yang dilipat untukku darinya."[6]
          Apabila kita mengetahui bahwa asal di dalam Islam adalah tinggi, memimpin, dan kuat, maka kita tidak berputus asa karena lemahnya kaum muslimin dalam satu kurun waktu. Rasulullah r bersabda:
الإِسْلاَمُ يَعْلُوْ وَلاَ يُعْلَى
"Islam itu tinggi dan tidak ada yang melebihi.'[7]
Rasulullah r mengabarkan terus menerus bertambahnya Islam:
وَلاَيَزَالُ اْلإِسْلاَمُ يَزِيْدُ, وَيَنْقُصُ الشِّرْكُ وَأَهْلُهُ, حَتىًّ تَسْيُر الْمَرْأَتَانِ لاَتَخْشَيَانِ إِلاَّ جوْرًا, وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَتَذْهَبُ اْلأَيَّامُ وَاللَّيَالِي حَتَّى يَبْلُغَ هذَا الدِّيْنُ مَبْلَغَ هذَا النَّجْمَ
"Islam senantiasa bertambah, syirik dan penganutnya berkurang, sehingga dua orang wanita berjalan dan tidak takut kecuali perbuatan aniaya. Demi (Allah I) yang diriku berada di tangan-Nya, tidak berlalu hari dan malam sehingga agama ini mencapai tempat bintang ini."[8]
Harapan tetap ada dan meluasnya kekuasaan kaum muslimin terus berlanjut –dengan ijin Allah I-.
          Rasulullah r telah memberikan kabar dengan berita-berita gembira yang melunakkan segala keputus asaan, menetapkan setiap orang yang mendapat cobaan, melapangkan hati setiap orang yang kehilangan harapan dengan para penganut agama ini, ketika ia tidak mendapatkan secercah harapan yang berkilau untuknya, di mana beliau r bersabda:
بشّر هذِهِ اْلأُمَّةُ باِلسَّنَاءِ وَالدّيْنِ وَالرِّفْعَةِ وَالنَّصْرِ وَالتَّمْكِيْنِ فِى اْلأَرْضِ...
"Umat ini diberi kabar gembira dengan keluhuran, agama, ketinggian, kemenangan dan keteguhan di muka bumi…"[9]
          Jihad terus berlanjut hingga hari kiamat. Dan golongan yang nampak di atas kebenaran tidak membahayakannya orang yang menghinanya, ia terus berlanjut hingga datang perkara Allah I. Dalam hal itu Nabi r bersabda:
لَنْ يَبْرَحَ هذَا الدِّيْنُ قَائِمًا يُقَاتِلُ عَلَيْهِ عصَابَةٌ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ حَتىَّ تَقُوْمَ السَّاعَةُ
"Agama ini senantiasa tegak, berperang atasnya segolongan dari kaum muslimin hingga terjadi hari kiamat."[10]
          Standar di sisi Allah I bukan standar manusia, sesungguhnya Allah I menjadikan kekuatan dari yang lemah. Hal itu jelas dalam merenungkan sabda Rasulullah r:
إِنَّ اللهَ يَنْصُرُ هذِهِ اْلأُمَّةَ بِضَعِيْفِهَا, بِدَعْوَتِهِمْ وَصَلاَتِهِمْ وَإِخْلاَصِهِمْ
"Sesungguhnya Allah I menolong umat ini dengan yang lemahnya, dengan doa, shalat dan ikhlas mereka."[11]
Sesungguhnya seorang muslim yang diseret dengan belenggu, ditahan di sel, diburu di setiap tempat, tidak punya senjata, fakir yang papa, dengan do'a, shalat dan ikhlasnya Allah I menolong umat ini. Sekalipun dengan segala kelemahan yang tergambar padanya. Sebagaimana Rasulullah r mengisyaratkan:
رُبَّ أَشْعَثَ مَدْفُوْع بِاْلأَبْوَابِ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللهِ َلأَبَرَّهُ
"Berapa banyak orang yang berambut kusut, ditolak di depan pintu (kalau ia meminta atau melamar, pent), jika ia bersumpah kepada Allah I niscaya Dia mengambulkannya."   [12]
Sungguh kita melihat pada hari ini kekuatan berada di tangan musuh-musuh kita dan kemenangan untuk mereka terhadap kita…akan tetapi kita tidak lupa bahwa Allah I yang mengatur alam ini dan mata-Nya tidak lalai dari hamba-hamba-Nya yang beriman, Dia I tidak akan ridha mereka selalu hina dan terus menerus dikuasai. Sebagaimana sabda Rasulullah r:
المِيْزَانُ بِيَدِ الرَّحْمنِ يَرْفَعُ أَقْوَامًا وَيَضَعُ آخَرِيْنَ
"Timbangan (neraca) berada di tangan ar-Rahman, Dia mengangkat suatu kaum dan merendahkan yang lain."[13]
Dia I pasti akan mengangkat kita setelah merendahkan kita, apabila Dia melihat dari kita kesungguhan usaha untuk mendapat ridha-Nya.
          Di setiap abad, Allah I mengembalikan rasa yakin di dalam jiwa umat, dengan menjadikan padanya orang-orang yang berlomba dalam kebaikan, tidak memperdulikan berbagai cobaan, manusia mengikuti mereka, seperti dalam hadits:
فِى كُلِّ قَرْنٍ مِنْ أُمَّتِي سَابِقُوْنَ
"Dalam setiap abad dari umatku ada orang orang yang berlomba (dalam kebaikan)."[14]
Sebagaimana Dia I menjadikan dalam umat ini orang yang meluruskan pemahaman baginya, berjalan dengannya di atas kesungguhan, membimbingnya menuju petunjuk, memperbaharui baginya perkara agamanya. Rasulullah r memberi kabar gembira dengan hal itu, dia I bersabda:
إِنَّ اللهَ يَبْعَثُ لِهذِهِ اْلأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا أَمْرَ دِيْنِهَا
"Sesungguhnya Allah I membangkitkan untuk umat ini di atas setiap seratus tahun orang yang memperbaharui baginya agamanya."[15]
Bisa jadi kelapangan itu datang lewat tangan para pendahulu, dan bisa jadi lewat tangan para pembaharu, akan tetapi kesusahan tidak akan kekal.
          Semua musuh Islam jatuh dalam lingkaran ancaman Allah I dengan berperang. Dan siapa yang Allah I memeranginya, maka tidak ada takut darinya dan tidak ada harapan terus berlangsung kekuasaanya terhadap kita. Sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi:
مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ...
"Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, maka sungguh Aku memberitahukannya dengan berperang…"[16]
          Maka hendaklah kita saling berwasiat untuk tetap sabar di atas bala musibah, tetap teguh apabila terjadi qadha (keputusan), hendaklah kita menjadi pemberi kabar gembira yang baik dan tidak menjadi pemberi ancaman yang buruk, dan hendaknya kita mengatakan kepada orang-orang yang putus asa setelah begitu lama menunggu seperti yang disabdakan Nabi r kepada para sahabatnya, saat mereka mengadu karena banyaknya bala musibah dan beratnya:
وَاللهِ لَيُتِمَّ اللهُ هذاَ اْلأَمْرَ...وَلكِنَّكُمْ تَسْتَعْجِلُوْنَ
"Demi Allah, Allah I akan menyempurnakan perkara ini…akan tetapi kamu meminta segera."[17]
          Sesungguhnya keyakinan yang dikehendaki Allah I dari hamba-Nya adalah keyakinan yang terwujud pada Ibu Nabi Musa u dalam praktiknya, ketika Dia I berfirman tentang dia:
فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلاَتَخَافِي وَلاَتَحْزَنِي
dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil).Dan janganlah kamu khawatir dan jangan (pula) bersedih hati,. (QS. al-Qashash:7)
seperti inilah, dia melemparnya di sungai Nil dan tidak merasa takut dan tidak pula bersedih hati, padahal biasanya sungai besar sangat berbahaya bagi anak kecil yang masih menyusu, dan Allah I menentukan keselamatan untuknya,  dan Fir'aun memungut bayi yang masih menyusu, dia tidak takut dari pemeliharaannya di istananya, karena biasanya bayi yang masih menyusu tidak takut terhadap orang yang mengasuhnya. Maka kebinasaan Fir'aun lewat tangannya. Seperti inilah keajaiban kekuasaan Allah I.
          Rasulullah r menceritakan tentang tiga golongan manusia yang tidak ada kebaikan pada mereka: "Tiga golongan, janganlah engkau bertanya tentang mereka …dan laki-laki yang ragu terhadap perkara Allah I, putus asa dari rahmat-Nya."[18] Karena itulah, sesungguhnya umat yang diselimuti keraguan dan dililit keputusasaan, tidak bisa diharapkan kebaikannya selama ia tidak membanyak kembali rasa percaya diri dan keyakinan dengan pertolongan Allah I, Rabb semesta alam.,
          Sesungguhnya beriman kepada Qadar (ketentuan Allah I) adalah salah satu sumberi keyakinan bahwa kesudahan adalah untuk orang-orang yang bertaqwa. Karena itulah Rasulullah r bersabda:
إِنَّ لِكُلِّ شَيْئٍ حَقِيْقَةً وَمَا بَلَغَ عَبْدٌ حَقِيْقَةَ اْلإِيْمَانِ حَتىَّ يَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَهُ وَمَا أَخْطَأَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيْبَهُ
"Sesungguhnya bagi setiap sesuatu ada hakikat, dan seorang hamba tidak bisa mencapai hakikat iman sehingga ia mengetahui bahwa sesuatu yang ditakdirkan akan menimpanya tidak akan meleset darinya, dan sesuatu yang tidak ditakdirkan kepadanya tidak akan menimpanya."[19]
          Sungguh umat telah melewati beberapa masa kelemahan, maka kita tidak lupa bahwa ia adalah taqdir Allah I yang mampu mengembalikan kemuliaan yang hilang, mengembalikan kepemimpinan yang telah berlalu, dan kondisi manusia naik dan turun, seperti dalam hadits:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِ مَثَلُ السُّنْبُلَةِ تَمِيْلُ أَحْيَانًا وَتَقُوْمُ أَحْيَانًا
"Perumpamaan seorang mukmin seperti tangkai, terkadang miring dan terkadang berdiri."[20]
Yang penting ia terkadang berdiri – dan itu adalah sunnah kauniyah- dan hari ini pasti akan tiba –apabila semua sebab telah terpenuhi-.
          Seperti inilah berlalu sunnatullah di semua umat, seperti dalam hadits:
عُرِضَتْ عَلَيَّ اْلأُمَمُ فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ وَمَعَهُ الرُّهَيْطُ وَالنَّبِيَّ وَمَعَهُ الرَّجُلُ وَالرَّجُلاَنِ وَالنَّبِيَّ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ...
"Diperlihatkan kepadaku semua umat, maka aku melihat seorang nabi dan bersamanya ada rombongan kecil, seorang nabi dan bersamanya ada seorang dan dua orang laki-laki, dan seorang nabi yang tidak ada seorangpun bersamanya…"[21]
Kendati demikian dakwah terus berlangsung dan tetap ekses, sekalipun mengalami kelemahan di sebagian waktu. Seorang nabi tidak akan dicela karena tidak ada yang mengikutinya sekalipun ia telah mengorbankan segenap kemampuan dalam dakwahnya. Sebagaimana seorang mujahid tidak dicela karena tidak bisa mencapai kemenangan, sekalipun ia berjihad dalam waktu yang lama. Yang membuat kita dicela adalah karena kurang melakukan sebab (usaha), tidak mau berjuang sebatas kemampuan –sekalipun sedikit- dan yang tersisa diserahkan kepada Allah I saat Dia menghendaki.
          Dan tatkala para syuhada merasa khawatir terhadap orang-orang yang masih hidup sesudah mereka yaitu lemah kepercayaan yang membawa kepada enggan berjihad, atau merasa putus asa dari hasilnya, mereka berkata kepada Rabb mereka I:
مَنْ بَلَّغَ إِخْوَانَنَا عَنَّا أَنَّا أَحْيَاءٌ فِى الْجَنَّةِ نُرْزَقُ لِئَلاَّ يَزْهَدُوْا فِى الْجِهَادِ وَلاَينكلوا فِى الْحَرْبِ. فَقَالَ اللهُ سبحانه: أَنَا أُبَلِّغُهُمْ عَنْكُمْ
"Siapakah yang menyampaikan kepada saudara-saudara kami yang masih hidup tentang kami, sesungguhnya kami tetap hidup di surga mendapat rizqi, agar mereka tidak enggan berjihad dan tidak mundur saat berperang.' Allah I berfirman: 'Aku menyampaikan kepada mereka tentang kamu…'[22] 
          Maka malam pasti akan berlalu, buih pasti akan sirna, dan yang berguna bagi manusia pasti akan menetap di muka bumi dan berlalulah taqdir Rabb semesta alam bahwa kesudahan adalah untuk orang-orang yang beriman.

Kesimpulan:
-      Orang yang memiliki keyakinan percaya kepada Allah I bilamana dunia menjadi sempit atasnya.
-      Kepemimpinan dalam agama diperoleh dengan sabar dan yakin.
-      Yakin adalah sebaik-baik yang diberikan kepada seseorang.
-      Allah I senantiasa menanam untuk agama ini…dan kebaikan pasti akan tiba dengan ijin Allah I.
-      Di antara kabar gembira dengan pertolongan Allah I:
·         Kerajaan umat akan mencapai Timur dan Barat.
·         Islam itu tinggi dan tidak ada yang melebihi, ia bertambah dan syirik berkurang.
·         Janji dengan keteguhan dan agama senantiasa tetap tegak.
·         Allah I menolong umat dengan orang yang lemah, mengangkat suatu kaum dan merendahkan yang lain.
·         Di setiap masa/abad ada orang-orang terdahulu/berlomba (dalam kebaikan) dan pembaharu, dan Allah I mengabarkan musuh-musuhnya berperang.
·         Pertolongan pasti akan tiba, akan tetapi manusia meminta segera atau ragu-ragu, dan iman mereka lemah kepada taqdir.
·         Janji pasti akan tiba, akan tetapi Allah I yang menentukan waktunya.
·         Tidak mengapa sedikitnya pengikut, akan tetapi kesalahan adalah tidak melakukan sebab (usaha).           




[1] Tahdzib Madarijus Salikin, manzilah shabr, hal 352.
[2] Shahih al-Jami' no. 4072 (Shahih).
[3] Shahih al-Jami' no. 3845 (Hasan).
[4]  Shahih al-Jami' no. 5854 (Shahih).
[5] Shahih al-Jami' no. 7692 (hasan).
[6]  Shahih Muslim, kitab fitan, bab ke lima, hadits 19/2889
[7] Shahih al-Jami' no 1778 (hasan)
[8]  Shahih al-Jami' no. 1716, (Shahih), dan awalnya: sesungguhnya Allah I menerima Syam denganku…
[9]  Shahih al-Jami' no. 2825 (Shahih).
[10]  Shahih Muslim, kitab imarah, bab ke 53  hadits 174/1922
[11]  Shahih Sunan an-Nasa`i, kitab jihad, bab ke 43, hadits no. 2978.
[12] Shahih Muslim, kitab birr wa shilah, bab ke 40, hadits no 138/2622.
[13]  Shahih al-Jami' no. 6737 (Shahih).
[14]  Shahih al-Jami' no. 4267 (hasan).
[15]  Shahih Sunan Abu Daud karya al-Albani, kitab Malahim, bab 1, hadits no. 4606/4291
[16] Shahih al-Bukhari, kitab riqaq, bab ke 38, hadits no. 6502
[17]  Shahih Sunan Abu Daud karya Syaikh al-Albani, bab 107, hadits no. 2307/2649
[18] Shahih al-Jami' no. 3059 (Shahih).
[19] Shahih al-Jami' no. 2150 (Shahih).
[20] Shahih al-Jami' no. 5845 (Shahih) dan no. 5844 yang berbunyi: Terkadang lurus dan terkadang merunduk. (Shahih).
[21]  Shahih Muslim, kitab iman, bab ke 94, hadits no. 374/220 (Syarh an-Nawawi 3/93)
[22]  Shahih Sunan Abu Daud karya al-Albani, kitab jihad, bab ke 27, hadits no. 2199/2520 (Hasan), dan dalam Shahih al-Jami no. 5205 (Shahih).

KHUTBAH JUM'AH

NASAB HABIB BA ALAWI SEPERTI MALAM LIKURAN

Para habaib sering mengungkapkan narasi bahwa, nasab para habib Ba Alawi sudah terang benderang bagaikan matahari di sianghari. Jika di sian...