Sabtu, 30 Mei 2020

Indahnya Rumah Tangga yang di Huni Ahli Ibadah

Betapa mulia sebuah rumah yang tembok-temboknya menghimpun para pemimpin yang mulia. Ibu, bapak, dan anak yang di dalam rumah mereka tidaklah menyaksikan selain amal-amal shalih. Sebuah keluarga yang memiliki sifat cinta kepada kemuliaan dan memburu negeri yang kekal. Sang bapak adalah tokoh ahli ibadah dan teladan orang-orang yang hidup zuhud dan sang ibu juga merupakan kebanggan para wanita ahli ibadah yang hidup zuhud. Mu’adzah binti Abdullah al-Adawiyah, seseorang yang memimpin keluarganya dengan penuh ketakwaan dan menjadikan keluarga ahli ibadah. Semoga Allah meridhainya.

Sang anak adalah anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya, meneladani mereka dan mengambil adab dari mereka. Mereka  simbol kehidupan rumah tangga yang bahagia dan contoh keluarga yang shalih. Sungguh menakjubkan pasangan suami-istri yang disatukan dengan cinta kepada amal-amal yang baik. Ibu rumah tangga keluarga ini seorang wanita yang menyingkirkan dunia dan berpaling darinya seperti berpalingnya orang yang mabuk cinta dari pada pengkritiknya.
Dia mengejar perbendaharaan akhirat dan meninggalkan pembendaharaan yang fana. Menangis di tengah malam lebih manis baginya daripada tawa obrolan malam hari. Dengan membaca Al-Qur’an lebih nikmat daripada lelapnya tidur. Api neraka lebih baik baginya daripada bercanda dengan angan-angan. Kepada ketaatan lebih nikmat baginya daripada kenikmatan makanan yang enak-enak.
Bila malam telah menjulurkan tirainya, maka dia menggigil seperti orang yang terkena demam, merindu seperti rindunya seorang ibu yang sangat penyayang kepada anaknya, maka dia menghidupkan waktunya dengan shalat dan dia mengisi sepanjang malamnya dengan tangisan yang panjang. Bila dia tertidur, maka dia berdiri lalu berputar-putar di rumahnya sambil berkata, “wahai jiwa, waktu tidur ada di hadapanmu. Jika engkau mendatanginya, maka ingatlah, tidurmu akan panjang di dalam kubur, dalam keadaan menyesal atau senang.” Begitulah yang dia lakukan sepanjang malam hingga hingga masuk subuh. 
  Ketaatan telah membuat wanita salihah ini lupa terhadap dunia, 600 rakaat sepanjang siang dan malam adalah ibadah rutin bagi ahli ibadah ini. Betapa agungnya orang-orang yang beramal baik untuk menghadapi beratnya hari yang berat, dan mereka begadang untuk mengahadapi hari yang panjang. Mu’adzah  bukanlah wanita ahli ibadah yang memisahkan diri dari manusia tapi dia seorang berilmu yang mau menyebarkan ilmunya, dan dia juga seorang dai yang suka memberi nasihat, dan bila dia memberi nasihat, maka dia berbicara dengan penuh hikmah dan mampu mengobati hati serta memuaskan. Mu’adzah juga salah seorang wanita yang memiliki karamah dan tergolong orang-orang yang doanya dikabulkan dan ia termasuk salah seorang dari para wanita akhirat, dan bukan termasuk wanita dunia, saat tiba hari yang amat sulit, hari ujian dan cobaan bagi wanita shalihah ini.

Demi mengaharap perjumpaannya dengan Allah wanita ahli ibadah ini tetap tangguh menjalankan ketaatan dan terus memompa cita-citanya untuk menggapai saat-saat yang membahagiakan itu. Bahkan ketika kematian akan tiba, dia tidak bersedih atas perpisahan dengan dunia, tetapi dia bersedih karena melepaskan hari-hari yang berlalu, hari-hari dahaga di siang hari dan tahajud ditengah gelapnya malam.
Kepergiannya terjadi pada tahun 83H untuk mengambil simpanan yang telah dia persembahkan dan barang titipan kepada Allah yang tak akan disia-siakan satu kebaikan pun disisinya dan dia tak akan menzalami sisapapun walau seberat dzarrah. Semoga dia mendapatkan balasan terbaik dari Tuhan yang Maha Penyayang.      

Lelaki yang Kakinya Digergaji karena Menolak Khamr

Urwah Bin Zubair, lahir di Madinah, 644 M. Ayahnya bernama Zubair bin Awwam, salah satu sahabat Rasulullah SAW, dan orang pertama yang menghunus pedangnya dalam Islam serta termasuk salah satu diantara 10 orang yang dijamin masuk surga. Ibunya bernama Asma binti Abu Bakar as-Shidiq yang dijuluki dzatun nithaqain (pemilik dua ikat pinggang).

Urwah bin Zubair adalah salah satu generasi tabi’in yang merupakan tokoh ilmu Fikih di kota Madinah. Beliau mengkhatamkan seperempat Al-Quran setiap siang dengan membuka mushaf, lalu ketika shalat malam membaca ayat-ayat Al-Quran dengan hafalan. Rutinitas ini tak pernah beliau tinggalkan sejak masih remaja hingga beliau wafat, melainkan ada satu peristiwa yang terjadi padanya sehingga beliau harus melewatkan rutinitas tersebut.
Suatu ketika di zaman khalifah Al-Walid bin Abdul Malik, khalifah ke-6 Bani Umayyah. Allah menguji Urwah dengan cobaan yang tak seorang pun mampu melewatinya, kecuali hatinya telah penuh keimanan dan keyakinan. Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik mengundang Urwah ke Damaskus untuk menemuinya. Urwah memenuhi undangan tersebut dan mengajak putra tertuanya.
Khalifah pun menyambut Urwah bin Zubair dengan hangat. Namun saat di sana, Allah berkhendak lain. Ketika putra Urwah memasuki kendang kuda Walid untuk bermain dengan kuda-kuda yang ada di sana, salah satu kuda menendang putra Urwah hingga meninggal seketika. Belum berakhir kesedihan Urwah bin Zubair atas kepergian anaknya, salah satu kakinya terkena penyakit ganas seperti tumor yang dapat menjalar ke seluruh tubuhnya.
Karena hal itu, Khalifah memanggil para dokter yang terbaik untuk menyembuhkan penyakit yang dialami oleh Urwah, tetapi para dokter sepakat bahwa tidak ada cara lain untuk menyembuhkannya selain dengan memotong kaki Urwah, sebelum penyakit itu menjalar ke seluruh tubuh Urwah, tidak ada lagi alasan untuk menolaknya.

Ketika dokter bedah datang membawa segala peralatan untuk memotong kakinya, dokter tersebut berkata pada urwah “Menurutku, engkau harus meminum sesuatu yang memabukkan supaya tidak merasa sakit ketika kaki dipotong.”
Urwah menolak, “Tidak! Itu tidak mungkin! aku tidak akan menggunakan sesuatu yang haram terhadap kesembuhan yang aku harapkan”. Dokter itu berkata lagi, “kalau begitu, aku akan membiusmu.”

Urwah berkata “Aku tidak ingin kalau ada satu dari anggota tubuhku yang diambil, sedangkan aku tidak merasakan sakitnya. Aku hanya mengharap pahala di sisi Allah atas hal ini.” Dokter bedah pun mulai memotong kaki Urwah, ketika sedang proses pembedahan, datanglah beberapa orang kepada Urwah. Urwah berkata “untuk apa mereka datang?”.
Ada yang menjawab “Mereka didatangkan untuk memegangmu, barangkali engkau merasakan sakit yang amat sangat, lalu menarik kaki dan  akhirnya akan membahayakan dirimu sendiri.”
Urwah menimpali “suruh mereka kembali, aku tidak membutuhkan mereka dan merasa cukup dengan dzikir dan tasbih yang aku ucapkan.” Kemudian dokter mendekatinya dan mulai memotong dagingnya dengan alat bedah, lalu sampai ke tulang, dokter menggunakan gergaji untuk memotongnya, sementara Urwah berkata, “La ilaha Illallah, wallahu Akbar”.
Dokter terus memotongnya, dan Urwah, bibirnya terus mengucapkan tahlil dan takbir hingga kaki Urwah terpotong, kemudian dipanaskan minyak dalam bejana besi. Kemudian kakinya dicelupkan ke dalamnya untuk menghentikan pendarahan dan menutup luka. Ketika itulah, Urwah pingsan sekian lama dan menghalanginya untuk membaca Al-Qur’an pada hari itu. Ketika sadar, Urwah meminta potongan kakinya lalu mengelus dan menimangnya seraya berkata:
“Sungguh, demi dzat yang mendorongku untuk mengajakmu berjalan di tengah malam menuju masjid, Dia Maha mengetahui bahwa aku tidak pernah sekali pun membuatmu berjalan kepada hal yang haram.”

KHUTBAH JUM'AH

NASAB HABIB BA ALAWI SEPERTI MALAM LIKURAN

Para habaib sering mengungkapkan narasi bahwa, nasab para habib Ba Alawi sudah terang benderang bagaikan matahari di sianghari. Jika di sian...