Mungkin sudah
ada yang pernah mendengar kisah ini, tentang keadilan khalifah Umar Bin
Khattab dengan seorang Yahudi Tua yang mengadukan masalahnya. Kisah ini
diambil dari buku 30 kisah teladan yang ditulis K.H Abdurrahman Arroisi.
Buku ini berusia cukup lama yang dicetak sampai sembilan kali (tahun
1986-1994) tapi kisah-kisahnya masih sanggup menggugah keimanan kita :)
Sosok yang Adil bagi Semua Golongan
Sejak
diangkat menjadi gubernur Mesir oleh Khalifah Umar bin Khattab, Amr bin
Ash menempati sebuah istana megah yang di depannya terhampar sebidang
tanah kosong berawa-rawa, dan diatasnya hanya terdapat gubuk reyot yang
hampir roboh. Selaku gubernur, ia menginginkan agar di atas tanah
tersebut, didirikan sebuah masjid yang indah dan mewah agar seimbang
dengan istananya. Apalagi Amr bin Ash tahu bahwa tanah dan gubuk itu
ternyata milik seorang yahudi. Maka yahudi tua pemilik tanah itu
dipanggil menghadap istana untuk merundingkan rencana Gubernur Amr bin
Ash.
“Hei Yahudi, berapa harga jual tanah milikmu sekalian gubuknya? Aku hendak membangun masjid di atasnya.”
Yahudi itu menggelengkan kepalanya, “Tidak akan saya jual, Tuan.”
“Kubayar tiga kali lipat dari harga biasa?” tanya Gubernur menawarkan keuntungan yang besar.
“Tetap tidak akan saya jual” jawab si Yahudi.
“Akan kubayar lima kali lipat dibanding harga yang umum!” desak Gubernur.
Yahudi itu mempertegas jawabannya, “Tidak.”
Maka
sepeninggal kakek beragama Yahudi itu, Amr bin Ash memutuskan melalui
surat untuk membongkar gubuk reyotnya dan mendirikan masjid besar di
atas tanahnya dengan alasan kepentingan bersama dan memperindah
pemandangan mata. Yahudi pemilik tanah dan gubuk tidak bisa berbuat
apa-apa menghadapi tindakan penguasa. Ia cuma mampu menangis dalam hati.
Namun ia tidak putus asa memperjuangkan haknya. Ia bertekad hendak
mengadukan perbuatan gubernur tersebut kepada atasannya di Madinah,
yaitu Khalifah Umar bin Khattab.
Sungguh ia tak menyangka,
Khalifah yang namanya sangat tersohor itu tidak mempunyai istana yang
mewah. Ia bahkan diterima Khalifah di halaman masjid Nabawi, di bawah
sebatang pohon kurma yang rindang.
“Ada keperluan apa Tuan datang
jauh-jauh kemari dari Mesir?” tanya Khalifah Umar. Walaupun Yahudi tua
itu gemetaran berdiri di depan Khalifah, tetapi kepala negara yang
bertubuh tegap itu menatapnya dengan pandangan sejuk sehingga dengan
lancar ia dapat menyampaikan keperluannya dari semenjak kerja kerasnya
seumur hidup untuk dapat membeli tanah dan gubuk kecil, sampai
perampasan hak miliknya oleh gubernur Amr bin Ash dan dibangunnya masjid
megah diatas tanah miliknya.
Umar bin Khattab mendadak merah
padam mukanya. Dengan murka ia berkata, “Perbuatan Amr bin Ash sudah
keterlaluan.” Sesudah agak reda emosinya, Umar lantas menyuruh Yahudi
tersebut mengambil sebatang tulang dari tempat sampah yang treronggok di
dekatnya. Yahudi itu ragu melakukan perintah tersebut. Apakah ia salah
dengar? Oleh sang Khalifah, tulang itu digoreti huruf alif lurus dari
atas ke bawah, lalu dipalang di tengah-tengahnya menggunakan ujung
pedang. Kemudian tulang itu diserahkan kepada si kakek seraya berpesan,
“Tuan. Bawalah tulang ini baik-baik ke Mesir, dan berikanlah pada
gubernurku Amr bin Ash.”
Yahudi itu semakin bertanya-tanya. Ia
datang jauh-jauh dari Mesir dengan tujuan memohonkan keadilan kepada
kepala negara, namun apa yang ia peroleh? Sebuah tulang berbau busuk
yang cuma digoret-goret dengan ujung pedang. Apakah Khalifah Umar tidak
waras?
“Maaf, Tuan Khalifah.” ucapnya tidak puas, “Saya datang
kemari menuntut keadilan, namun bukan keadilan yang Tuan berikan.
Melainkan sepotong tulang yang tak berharga. Bukankah ini penghinaan
atas diri saya?”
Umar tidak marah. Ia meyakinkan dengan
penegasannya, “Hai, kakek Yahudi. Pada tulang busuk itulah terletak
keadilan yang Tuan inginkan.”
Maka, walaupun sambil mendongkol
dan mengomel sepanjang jalan, kakek Yahudi itu lantas berangkat menuju
tempat asalnya dengan berbekal sepotong tulang belikat unta berbau
busuk. Anehnya, begitu tulang yang tak bernilai tersebut diterima oleh
gubernur Amr bin Ash, tak disangka mendadak tubuh Amr bin Ash menggigil
dan wajahnya menyiratkan ketakutan yang amat sangat. Seketika itupula ia
memerintahkan segenap anak buahnya untuk merobohkan masjid yang baru
siap, dan supaya dibangun kembali gubuk milik kakek Yahudi serta
menyerahkan kembali hak atas tanah tersebut.
Anak buah Amr bin
Ash sudah berkumpul seluruhnya. Masjid yang telah memakan dana besar itu
hendak dihancurkan. Tiba-tiba kakek Yahudi mendatangi gubernur Amr bin
Ash dengan buru-buru.
“Ada perlu apalagi, Tuan?” tanya Amr bin
Ash yang berubah sikap menjadi lembut dan penuh hormat. Dengan masih
terengah-engah, Yahudi itu berkata, “Maaf, Tuan. Jangan dibongkar dulu
masjid itu. Izinkanlah saya menanyakan perkara pelik yang mengusik rasa
penasaran saya.”
“Perkara yang mana?” tanya gubernur tidak mengerti.
“Apa
sebabnya Tuan begitu ketakutan dan menyuruh untuk merobohkan masjid
yang dibangun dengan biaya raksasa, hanya lantaran menerima sepotong
tulang dari Khalifah Umar?”
Gubernur Amr bin Ash berkata
pelan,”Wahai Kakek Yahudi. ketahuilah, tulang itu adalah tulang biasa,
malah baunya busuk. Tetapi karena dikirimkan Khalifah, tulang itu
menjadi peringatan yang amat tajam dan tegas dengan dituliskannya huruf
alif yang dipalang di tengah-tengahnya.”
“Maksudnya?” tanya si kakek makin keheranan.
“Tulang
itu berisi ancaman Khalifah: Amr bin Ash, ingatlah kamu. Siapapun
engkau sekarang, betapapun tingginya pangkat dan kekuasaanmu, suatu saat
nanti kamu pasti akan berubah menjadi tulang yang busuk. Karena itu,
bertindak adillah kamu seperti huruf alif yang lurus, adil di atas dan
di bawah, Sebab, jika engkau tidak bertindak lurus, kupalang di
tengah-tengahmu, kutebas batang lehermu.”
Yahudi itu menunduk
terharu. Ia kagum atas sikap khalifah yang tegas dan sikap gubernur yang
patuh dengan atasannya hanya dengan menerima sepotong tulang. Benda
yang rendah itu berubah menjadi putusan hukum yang keramat dan ditaati
di tangan para penguasa yang beriman. Maka yahudi itu kemudian
menyerahkan tanah dan gubuknya sebagai wakaf. Setelah kejadian itu, ia
langsung menyatakan masuk Islam
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
KHUTBAH JUM'AH
NASAB HABIB BA ALAWI SEPERTI MALAM LIKURAN
Para habaib sering mengungkapkan narasi bahwa, nasab para habib Ba Alawi sudah terang benderang bagaikan matahari di sianghari. Jika di sian...
-
UMUR NU BAROKAH مَنْ كَانَ يَوْمُهُ خَيْرًامِنْ اَمْسِهِ فَهُوَ رَابِحٌ "Saha jalma anu ka-ayaan dina poe ieu leuwih alus tiba...
-
Bismillahirohmanirahim 🍁 🌻 Imam Syafi’i adalah adalah seorang ulama besar yang banyak melakukan dialog dan pandai dalam berdebat. S...
-
Kesempurnaan Konsep Takhalli, Tahalli dan Tajalli Tasawuf adalah salah satu diantara khazanah tradisi dan warisan keilmuan islam yang...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar