Gus Dur menguasai khazanah keilmuan klasik Islam, pengetahuan sosial, budaya, seni, sastra, politik, dan agama-agama dunia. Namun demikian Gus Dur tidak melupakan seni zuhud dalam kehidupannya. Para ulama mendefinisikan zuhud secara berbeda-beda. Namun yang pasti zuhud itu bukan berarti tidak boleh punya uang, pakaian, atau kendaraan yang bagus. Memiliki boleh saja, namun tidak menggangu hati dan pikirannya.
Gus Dur memang pernah menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia, namun bukan berarti Gus Dur adalah komisaris di perusahan besar yang bergelimang harta. Banyak dari orang-orang yang mengerti bahwa Gus Dur adalah salah satu orang yang sering tak punya uang. Menurutnya, uang dan harta bisa akan dan sering mengganggu pikiran dan jiwanya. Tugas mengabdi dan mengingat Allah juga sering terlalaikan sebabnya. Sebab itulah Gus Dur pernah menyampaikan firman Allah yang terbingkai indah dalam QS at Takatsur dari ayat pertama hingga akhir.
Dalam “ samudra kezuhudan Gus Dur” karya K.H. Husein Muhammad disebutkan bahwa Gus Dur menafsirkan surat at Takatsur tersebut dengan mengatakan “jelas, dari ayat ini, diketahui bahwa upaya emngejar harta sebanyak mungkin dapat membuat manusia lupa kepada Tuhan, apalagi mengakibatkan penderitaan sesama manusia. Dengan demikian, melalui ayat ini, Islam jelas sekai menentukan kehidupan, termasuk dalam mencari apa yang yang dinamakan ‘kecukupan’, baik yang bersifat perorangan maupun masyarakat”. Sebuah penjelasan yang simple namun mengena.
Apa yang disampaikan Gus Dur terkait kandungan surat at Takatsur itu bukanlah hanya sekedar rangkaian kata belaka, melainkan Gus Dur benar-benar mengaplikasikannya dalam kehidupan nyatanya. Tak salah jika Gus Dur disebut sebagai sosok yang bzahid, asketis, dan juga ugahara.
Tak sedikit orang yang datang ke Gus Dur untuk meminta bantuan. Gus Dur selalu memberikan apa yang dibutuhkan, jika memang ada. Namun pernah kala itu Gus Dur tidak memiliki sesuatu yang bisa diberikan kepada orang yang datang dengan mengeluhkan kebutuhannya. Gus Dur tak kehabisan akal, ia bisa menyampaikan kata-kata yang menggembirakan dan menenangkan. Dari kejadian tersebut, tergambar jika Gus Dur tak mau melihat orang itu pulang dengan membawa kekecewaan.
Dalam keadaan tak punya uang, Gus Dur pernah menyampaikan kalam hikmah yang ditulis oleh Syekh Ibnu Athaillah as Sakandari dalam kitabnya “al Hikam”
لا يكن تأخر أمد العطاء مع الإلحاح في الدعاء – موجبا ليأسك ؛ فهو ضمن لك الإجابة فيما يختاره لك لا فما تختار لنفسك وفي الوقت الذي يريد ، لا في الوقت الذي تريد .
Seyogyanya, tertundanya pemberian sesudah engkau mengulang0ulang permintaan kepada Tuhan, tidak membuatmu patah ahti atau putus asa. Dia menjamin pemenuhan permintaannmu sesuai dengan apa yang Dia pilih, bukan yang kamu pilih. Dan pada waktu yang Dia kehednaki, bukan waktu yang kamu kehendaki
Ruang kezuhudan Gus Dur di atas menunjukkan bahwa Gus Dur menjalani hidup yang sederhana, bersahaja, dan tidak bermewah-mewah. Sebab itulah banyak orang menyebut sosok Gus Dur dengan sebutan ugahari. Sebuah kehidupan yang tidak merasa senang manakala diberi rezeki lebih dan tidak merasa susah manakala berkurang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar